Judul : Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
link : Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona - Hallo sahabat Medan Wisata Palsu, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Bakkara, Artikel danau toba, Artikel Wisata Alam, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.Judul : Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
link : Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona : Pernahkah Anda mendengar tentang Bakkara? Sebuah lembah indah di pinggiran Danau Toba yang dikelilingi perbukitan nan cantik. Namanya memang belum sepopuler daerah lain di pinggiran Danau Toba yang banyak menarik wisatawan untuk datang. Tapi keindahannya sungguh tak akan mengecewakan.
Kami mengetahui pesona negeri Bakkara dari sebuah tayangan televisi. Begitu indah memesona hingga timbul niat untuk mengunjunginya. Rencana pun disusun. Segenap informasi dihimpun. Dan, di suatu pagi di hari yang telah disepakati, kami pun bergerak menuju Bakkara menggunakan bus Toyota Hiace berwarna putih yang nyaman dan bersih. Yippiii.. saatnya bersenang-senang.
Secara administratif, Bakkara masuk ke dalam wilayah kecamatan Baktiraja (Bakkara, Tipang, Janji Raja), Kabupaten Humbahas (Humbang Hasundutan) – Sumatera Utara. Melalui jalur darat, dari Medan Bakkara bisa ditempuh melalui dua jalur, jalur Medan-Kabanjahe-Sidikalang-Dolok Sanggul-Bakkara atau jalur Medan-Tebing Tinggi-Pematangsiantar-Parapat-Balige-Dolok Sanggul-Bakkara. Kami memilih rute yang pertama.
Normalnya, Medan-Bakkara bisa ditempuh selama delapan jam dengan bus berkecepatan sedang. Menurut perkiraan, kami akan sampai di Bakkara sekitar pukul 15.00 WIB. Namun karena menyinggahi beberapa tempat, pukul 17.00 WIB kami baru bergerak dari Dolok Sanggul ke Bakkara, mengikuti mobil seorang kawan dari Dolok Sanggul yang baik hati mau memandu kami sampai ke Bakkara.
Perjalanan dari Dolok Sanggul ke Bakkara tidak akan membuat kita bosan karena jalannya yang bagus dan pemandangan pepohonan yang diselingi rumah penduduk dan sesekali perkebunan kopi tampak terlihat.
Pesona Bakkara dimulai dari pemandangan ‘wah’ kala menuruni perbukitan untuk sampai ke lembah Bakkara. Pandangan terlihat luas di depan. Di kejauhan, lembah Bakkara terlihat di bawah sana, tertutup kabut putih yang menggantung di atasnya. Meski cuaca kurang mendukung untuk foto-foto, dari ketinggian tersebut, Bakkara tak kekurangan pesona, konon lagi jika cuaca cerah dengan langit birunya.
Lembah Bakkara yang tengah tertutup kabut |
Sebagian pinus di kiri-kanan jalan tambah bekas terbakar |
Masyarakat Bakkara tampak masih asik mencangkul sawah meski hari beranjak gelap |
Mobil berhenti di sebuah warung kopi di Desa Simangulampe, Baktiraja yang terletak di pinggiran Danau Toba, berbincang sejenak dengan warga Bakkara sembari menyeruput kopi hitam.
Saya mendengar suara gemericik air. Penasaran, saya pun berjalan ke arah jembatan tak jauh dari tempat kami berhenti. Di sela bebatuan, dengan deras air menerjang bebatuan dan mengalir melewati kolong jembatan tempat saya berdiri, menuju Danau Toba yang berjarak sekitar seratus meter dari jembatan. Saya mendongak ke atas, mencoba menyusuri jalan air tersebut, dan terlihatlah di atas sana sebuah air terjun di tebing bukit. Inilah Aek Sipangolu yang berarti air pemberi kehidupan. Di lokasi itulah konon dulunya Raja Sisingamangaraja I berhenti karena gajahnya kehausan. Sang Raja kemudian berdo’a kepada Mulajadi Na Bolon dan menancapkan tongkat saktinya pada sebuah batu yang kemudian menjadi mata air. Air dari mata air ini dipercaya mampu menyembuhkan berbagai penyakit sehingga dijuluki air kehidupan. Tak heran jika banyak yang datang kesini untuk mandi dan membawa pulang air dari Aek Sipangolu.
Saya menuruni anak tangga yang menjadi akses ke bawah jembatan. Melepas sepatu dan menadahkan tangan ke air Aek Sipangolu. Dari tangan saya, kesegaran Aek Sipangolu menjalar ke seluruh tubuh. Saya pun membasuh wajah, airnya terasa lembut meski alirannya deras.
Aek Sipangolu yang terkenal dapat menyembuhkan berbagai penyakit |
Kami menginap di Tipang Mas, penginapan dengan petugas yang blak-blakan dan tanpa basa-basi, tipikal orang Batak. Tapi dari hal tersebutlah terlihat betapa masyarakat Bakkara begitu lugu dan apa adanya, jauh dari kepura-puraan.
Ikan bakar ala Tipang Mas menjadi menu pilihan kami malam itu. Rasanya tak kalah dari racikan chef hotel berbintang. Ditambah lagi dua macam sambal khas batak, sambal tuk-tuk dengan andaliman yang membuat makan malam kali ini cetar.
Ikan bakar dengan sambal khas |
Pagi di Bakkara artinya adalah saat yang tepat untuk memanjakan mata dengan pemandangan sunrise. Dari Tipang Mas, mentari terlihat tepat di tenga-tengah dua bukit yang dipisahkan oleh Danau Toba. Keindahan lain adalah pemandangan hamparan persawahan dengan pucuk-pucuk padi yang disambangi embun dan background perbukitan yang di salah satu sisinya terdapat air terjun Sipultak Hoda. Dengan pemandangan seperti ini, pagi di Bakkara pasti akan selalu manis.
Pemandangan pagi di Bakkara |
Sepagi ini sudah ada yang bersampan mengarungi danau :) |
Nah yang berwarna putih di cela bukit itu adalah air terjun Sipultak Hoda |
Pesona lain di pagi hari di Bakkara |
Usai sarapan, agenda pertama kami adalah mengunjungi rumah Oppung Manalu, sebuah permukiman dimana dulunya pemilik marga Manalu bermukim. Berkunjung kesini, kami dibuat terkesima dengan rumah berumur empat ratus tahunan yang catnya memudar di makan jaman. Dahulu, cat merah pada rumah tersebut berasal dari darah. Hal lain yang membuat kami terkesima dengan pemukiman di kaki bukit ini adalah bebatuan yang tersusun rapi yang dulunya adalah tembok yang mengelilingi permukiman tersebut guna melindungi diri dari serangan musuh. Kini hanya tersisah sedikit namun tetap membuat decak kagum membayangkan masyarakat Bakkara pada zaman dulu sudah memiliki pemikiran yang cerdas untuk melindungi diri.
Catnya rumahnya kian pudar. Dulunya masyarakat disini mengecat rumahnya dengan darah |
Bebatuan yang mengelilingi pemukiman penduduk. Dulunya berfungsi sebagai tembok pembatas, pelindung dari serangan musuh |
Air Terjun Janji
Rasanya, Bakkara layak dijuluki negeri seribu air terjun. Ada banyak air terjun disini, salah satunya Air Terjun Janji. Letaknya tak jauh dari jalan lintas. Tak perlu masuk hutan atau mendaki ratusan anak tangga. Konon, di tempat inilah dahulu kala para raja Batak berkumpul dan berikrar bahwa hanya ada satu raja dalam masyarakat Batak yakni raja Sisingamangaraja.
Saya mendekat ke air terjun, merentangkan tangan dan menikmati cipratan airnya yang membuat wajah dan baju saya basah namun sedikit pun tak menyesal karena rasanya begitu segar dan jiwa saya ‘plong’.
Air Terjun Janji, tempat para raja berjanji bahwa hanya ada 1 raja di masyarakat Batak |
Destinasi kami selanjutnya adalah Istana Raja Sisingamangaraja, namun sebelumnya kami terlebih dahulu melepas bibit ikan mas. Pelepasan bibit ikan mas yang kami beli di restoran terapung ini adalah simbol harapan kami untuk perkembangan pariwisata Bakkara, seperti harapan kami pada ikan mas yang kami harap dapat berkembang dengan baik setelah dilepas ke habitat bebasnya di Danau Toba.
Melepas bibit ikan mas |
Wisata Sejarah
Bakkara memang kaya akan potensi wisata. Lihat saja alamnya yang menawan, kuliner ikan bakarnya yang maknyus, dan nilai sejarahnya yang kaya baik itu sejarah sang raja Batak ataupun sejarah terbentuknya Danau Toba. Jangan heran jika Anda melihat banyak bebatuan besar di persawahan seakan berserakan tak beraturan. Batu-batu berumur dua juta tahun itu adalah muntahan dari gunung Toba yang meletus tujuh puluh lima ribu tahun lalu. Letusan maha dahsyat yang kini membentuk Danau Toba dengan pulau samosirnya.
Batu-batu di sawah yang terlihat di foto ini adalah batu muntahan Gunung Toba ribuan tahun silam |
Gerimis menyambut kami kala mengunjungi Istana Raja Sisingamangaraja yang terletak di Dusun Lumban Raja, Desa Simamora, Baktiraja. Memasuki pintu gerbang dengan atap khas tradisional Batak Toba, pandangan langsung tertuju pada sebuah bangunan batu dengan lantainya yang ditumbuhi rumput Jepang. Persis di tengah bangunan batu tersebut terdapat gambar bendera perang Sisingamangaraja XII. Bendera perang yang berisi gambar dua pedang kembar yang disebut Piso Gaja Dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Sang pewaris tahta raja harus mampu mencabut pedang ini dari wadahnya untuk dapat menyandang gelar Sisingamangaraja. Inilah makam Raja Sisingamangara XI yang sering didatangi para peziarah.
Para peziarah, sebenarnya sudah ada himbauan untuk melepas alas kaki, tapi masih saja ada peziarah yang abai |
Di komplek istana ini juga terdapat makam Raja Sisingamangaraja X dan beberapa makam lainnya dengan bentuk yang lebih sederhana. Bangunan lain yang terdapat di komplek istana ini adalah Ruma Bolon, Ruma Parsaktian, Sopo Bolon, Bale Pasogit, Batu Siungkap-ungkapon.
Empat rumah yang ada di komplek istana raja Sisingamangaraja |
Menuju Tombak Sulu-Sulu, kami melewati mata air Siunong-Unong Julu, tempat pemandian umum dengan mata air yang sangat jernih. Tombak Sulu-Sulu adalah tempat kelahiran Raja Sisingamangaraja. Berada di atas bukit dengan pemandangan sawah di sekitarnya.
Hari beranjak petang ketika kami masuk ke dalam hutan yang gelap dengan penerangan cahaya ponsel. Sebenarnya tak jauh masuk ke dalam, namun karena gelap dan harus melewati medan berupa bebatuan tajam serta akar-akar pepohonan dengan bertelanjang kaki, membuat kami harus ekstra hati-hati. Memasuki gua batu yang kecil, kami harus duduk ngesot dan merunduk. Di gua kecil yang hanya muat enam orang inilah dipercaya sebagai ikhwal mula kelahiran raja Sisingamangaraja pertama dari seorang ibu boru Pasaribu.
Mata air Siunong-Unong Julu, jernih banget |
Menuju Tombak Sulu-Sulu, suasana gelap dan bebatuan yang licin dan runcing (alas kaki harus dibuka jika masuk kesini) |
Malam merayap, ada banyak pesona lain yang ditawarkan Bakkara, tapi waktu berkata lain, kami harus meninggalkan Bakkara dan menuju Medan. Ah, lain waktu harus kembali kesini, ujar saya dalam hati.
Hanya cukup 5-6 orang, di gua kecil inilah konon sang raja lahir |
Tuhan menciptakan Bakkara dengan begitu indah hingga saya sulit menggambarkannya dengan kata-kata. Apa yang saya tuliskan ini masih sekelumit dari apa yang dimiliki Bakkara. Perjalanan kali ini kembali membuka mata kami, betapa Indonesia dianugerahi dengan daya tarik yang begitu besar di bidang pariwisata. Mari kita nikmati dan jaga kelestariannya.
Itulah sepenggal kisah tentang Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona, Kami sudah menyaksikan langsung pesona Bakkara, Anda kapan?
Written By : Diah Siregar (PerempuanNovember.com)
Facebook - Instagram
Demikianlah Artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Sekianlah artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona dengan alamat link https://medanwisatapalsu.blogspot.com/2016/08/menjelajahi-bakkara-yang-penuh-pesona.html
Demikianlah Artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona
Sekianlah artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona dengan alamat link https://medanwisatapalsu.blogspot.com/2016/08/menjelajahi-bakkara-yang-penuh-pesona.html
0 Response to "Menjelajahi Bakkara Yang Penuh Pesona"
Posting Komentar